Kamis, 17 Desember 2009

Tradisi filsafat pendidikan Islam

Salah seorang filsuf mastur bertanya kepadaku tentang apakah ada tradisi filsafat pendidikan Islam...pertanyaan ini sederhana tapi sangat mendasar dan membutuhkan pemikiran yang utuh untuk memahami pertanyaan seperti ini karena kompleksitas istilah yang mungkin membutuhkan banyak penafsiran, hanya saja persoalan itu mungkin bisa kita jawab mulai dari diturunkannya al-Qur’an dan Muhammad SAW di muka bumi ini.

Al-Qur’an diturunkan dimuka bumi ini membawa berbagai macam konsep kehidupan bagi manusia seluruh alam. Salah satunya adalah konsep tentang manusia seperti al-Insan, al-Basyar, Khalifah, ‘abdun, al-Nas dan lain sebagainya. Pada hakekatnya obyek pendidikan sebenarnya manusia, sehingga konsep-konsep dan penafsiran tentang manusia dalam al-Qur’an menjadi obyek perdebatan yang sangat tajam yang orientasi akhirnya adalah manusia sempurna (Insan Kamil). Apalagi Rasulullah SAW telah menunjukkan semua perilakunya yang begitu sempurna sehingga sosok Beliau merupakan the model bagi perilaku manusia seluruh dunia ini.
Para filsuf muslim sendiri secara rasional juga menelorkan konsep-konsep manusia sesuai dengan keilmuwannya masing-masing, sehingga filsafat pendidikan Islam sebenarnya sudah menjadi bagian dari tradisi perbincangan pendidikan itu sendiri.

Pendidikan sendiri lebih diartikan sebagai upaya pemberdayaan potensi manusia seutuhnya, baik potensi aqliyah (intelektual), jasadiyah (fisik), khuluqiyah (perilaku) dan ruhiyah (spiritual). Upaya tersebut tentunya menimbulkan dampak yang luar biasa tentang bagaimana cara membentuk manusia yang memiliki potensi-potensi tersebut diatas. Tentang ke-bagaimana-an inilah kemudian muncul program-program pendidikan yang kemudian dikembangkan oleh para ilmuwan muslim (ulama’) melalui lembaga-lembaga yang dikembangkannya itu, seperti sekolah Islam, madrasah, jami’ah, majelis khalaqah, majelis ta’lim dan lain sebagainya.

Persoalan pendidikan ternyata tidak hanya sebatas perdebatan tentang konsep manusia saja, akan tetapi juga pada masalah konstruksi pengetahuan (epistemologi). Konstruksi pengetahuan yang dibangun dalam tradisi Islam pada hakekatnya adalah menjaga pengetahuan yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Usaha untuk menjaga pengetahuan tersebut berdampak pada model pembelajaran ciri khas Islam yaitu lebih cenderung menghafal ayat-ayat Allah atau mengutip pengetahuan langsung dari orang-orang yang memiliki tingkat kepercayaan dan hafalan yang kuat, dan yang lebih penting lagi sebenarnya posisi guru dalam pembelajaran (ta’lim) ini. seorang guru harus betul-betul seorang yang memiliki kredibiltas keilmuwan yang mumpuni serta memiliki kesinambungan pengetahuan sampai pada Rasulullah SAW atau dalam bahasa sederhananya adalah harus memiliki sanad yang jelas, sehingga pengetahuan itu betul-betul terjaga. Guru tidak diperbolehkan membiarkan muridnya untuk melakukan konstruksi pengetahuan sendiri tanpa ada petunjuk darinya (irsyadu ustadzin) atau dalam bahasa sekarang adalah lebih ke model teacher centre.

Pandangan manusia mutakhir menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan melakukan konstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga meskipun tanpa seorang gurupun manusia sebenarnya mampu memperoleh pengetahuan tertentu, sehingga posisi guru sebenarnya hanya sebagai fasilitator siswa yang melakukan proses pembelajaran. Paradigma ini kemudian dikenal dengan model student centre, dimana siswalah yang harus aktif menemukan pengetahuannya itu.

Nah, pandangan mutakhir ini sebenarnya tidak bertentangan dengan pandangan Islam, karena dalam al-Qur’an sendiri ternyata manusia sebenarnya diberikan pengetahuan oleh Allah jauh sebelum manusia dilahirkan di muka bumi ini, sehingga sebenarnya semua pengetahuan yang diperoleh oleh manusia ketika terlahir di muka bumi ini adalah hanya sebatas mengingat kembali. Akan tetapi perlu diingat bahwa proses rememory pengetahuan itu sebenarnya masih membutuhkan bimbingan seorang yang sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih dahulu diperolehnya. Orang yang membimbing inilah yang kemudian disebut sebagai guru baik itu guru dari keluarga (orang tua) maupun dari masyarakat.

Walhasil, pendidikan Islam sebenarnya diciptakan dari konsep manusia dan konstruksi tentang pengetahuan itu sehingga terbreakdown dalam model, strategi, program dan kurikulum yang sangat khas itu.

1 komentar:

  1. manusia sebelum ditiupkan kejasad mereka terlebih dahulu dibeat untuk mengikuti agama yang diperintahkan Allah, lalu kenapa ketika seseorang sudah terlahir malah tidak mengikuti hal tersebut? apa karena kurangnya bimbingan? sebenarnya proses hidayah dimana sehingga seseorang dapat mengikuti bimbingan tersebut sehingga kembali pada agama islam?

    BalasHapus